Jumat, 29 Maret 2013

QIROAH SAB'AH


















qiroah sab'ah Itu datangnya dari jibril kepada Rasulullah, bukan dari karangan para imam qira'at


Syaikh Abu al-Khair Ibnu al-Jazary mengatakan dalam muqaddimah kitabnya An-Nasyr: “Semua qira’at yang sesuai dengan bacaan Arab walau hanya satu segi saja dan sesuai dengan salah satu mushhaf Utsmany walaupun hanya sekedar mendekati serta sanadnya benar maka qira’at tersebut adalah shahih (benar), yang tidak ditolak dan haram menentangnya, bahkan itu termasuk dalam bagian huruf yang tujuh dimana Al-Qur’an diturunkan. Wajib bagi semua orang untuk menerimanya baik timbulnya dari imam yang tujuh maupun dari yang sepuluh atau lainnya yang bisa diterima. Apabila salah satu persyaratan yang tiga tersebut di atas tidak terpenuhi maka qira’at itu dikatakan qira’at yang syadz atau bathil, baik datangnya dari aliran yang tujuh maupun dari tokoh yang lebih ternama lagi.

pendapat itu menurut para muhaqqiq dari kalangan salaf maupun khalaf, adalah pendapat yang benar.

Pengarang kitab Ath-Thayyibah dalam memberikan batas diterimanya qira’at mengatakan:

Setiap bacaan yang sesuai dengan nahwu, mirip dengan tulisan mushhaf Utsmany, benar adanya itulah bacaan. Ketiga sendi ini, bila rusak salah satunya menyatakan itu cacat, meski dari qira’at sab’ah datangnya. Qira’at ada yang mengartikan qira’at sab’ah, qira’at sepuluh dan qira’at empat belas. Semuanya yang paling terkenal dan nilai kedudukannya tinggi ialah qira’at sab’ah.

Qira’at sab’ah (tujuh) adalah qira’at yang dinisbatkan kepada imam yang tujuh dan terkenal, yaitu:

1. Nafi’ 2. Ashim 3. Hamzah 4. Abdullah bin Amir 5. Abdullah ibnu Katsir 6. Abu Amer ibnu ‘Ala’ dan 7. Ali al-Kisaiy.

Qira’at ‘asyar (sepuluh) adalah qira’at yang tujuh ditambah dengan qira’at:
8. Abi Ja’far 9. Ya’qub dan10. Khalaf.

Qira’at arba’ ‘asyar (empat belas) yaitu qira’at yang sepuluh ditambah empat qira’at:

11. Hasan al-Bashry 12. Ibnu Mahish 13. Yahya al-Yazidy dan 14. asy-Syambudzy.

Qiro`ah Sab`ah adalah Qiro`ah Utsmani.

Pengertian ‘Tujuh Huruf’ Pendapat yang paling masyhur mengenai pentafsiran Sab’atu Ahruf adalah pendapat Ar- Razi dikuatkan oleh Az-Zarkani dan didukung oleh jumhur ulama.

Perbedaan yang berkisar pada tujuh wajah;

1. Perbedaan pada bentuk isim , antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau mu’annath.
Contohnya,
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢْ ﻷﻣَﺎﻧَﺎﺗِﻬِﻢْ ﻭَﻋَﻬْﺪِﻫِﻢْ ﺭَﺍﻋُﻮﻥَ
( Al-Mukminun: Lafad bergaris dibaca secara jamak
ﻷﻣَﺎﻧَﺎﺗِﻬِﻢْ dan mufrad ﻷﻣَﺎﻧﺘِﻬِﻢْ.

2. Perbedaan bentuk fi’il madhi, mudhari’ atau amar.
Contohnya,
ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺑَﺎﻋِﺪْ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﺳْﻔَﺎﺭِﻧَﺎٍ (Saba’ : 19)
Sebahagian qiraat membaca lafad ‘rabbana’ dengan rabbuna, dan dalam kedudukan yang lain lafad ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’.

3. Perbedaan dalam bentuk ‘irab.
Contoh, lafad ﺇِﺫَﺍ ﺗَﺒَﺎﻳَﻌْﺘُﻢْ ﻭَﻻ ﻳُﻀَﺎﺭَّ ﻛَﺎﺗِﺐٌ
(Al-Baqarah: 282) dibaca dengan disukunkan huruf ‘ra’ sedangkan yang lain membaca dengan fathah.

4. Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir).
Contoh,
ﻭَﺟَﺎﺀَﺕْ ﺳَﻜْﺮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖ (Surah
Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan ‘al-haq’ dan diakhirkan ‘al-maut’, ﻭَﺟَﺎﺀَﺕْ
ﺳَﻜْﺮَﺓُﺍﻟْﺤَﻖ ﺑِﺎﻟْﻤَﻮْﺕِ . Qiraat ini
dianggap lemah.

5. Perbedaan dalam menambah dan mengurangi.
Contoh ayat 3, Surah al-Lail,
ﻭﺎَﻣَ ﺧَﻠَﻖَﺍﻟﺬَّﻛَﺮَ ﻭَﺍﻷﻧْﺜَﻰ
Ada qiraat yang membuang lafad ‘ma kholaqo’(bergaris).

6. Perbedaan ibdal (ganti huruf).
Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259 Surah al-Baqarah dibaca dengan ‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’).

7. Perbedaan lahjah
Seperti dalam masalah imalah, tarqiq, tafkhim, izhar, idgham dan sebagainya. Perkataan ‘wadduha’ dibaca dengan fathah dan ada yang membaca dengan imalah (teleng) dengan bunyi ‘wadduhe’ (sebutan antara fathah dan kasrah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar